Ada yang kenal Edwich Fenech? Nah, ini bintang film porno yang terkenal di antara anak Jakarta pada 1970-an. Bagaimana cerita seluk beluk nonton film porno di masa itu? Menariknya dari bioskop lalu pindah ke rumah orang-orang kaya.
Pada 1970-an di Jakarta beredar film porno di berbagai bioskop. Yang paling terkenal adalah film porno produksi Italia yang dimainkan oleh aktris cantik Edwich Fenech.
Dari semua filmnya yang terkenal berjudul Private Teacher. Film ini sempat bertahan lama di beberapa bioskop Jakarta, khususnya bioskop kelas II dan kelas III. Edwich Fenech tampangnya kalem, tetapi kalau sedang bermain di film ia menjadi binal dan suka buka-bukaan.
Saya dan teman sekolah beberapa kali nonton serial filmnya di beberapa bioskop. Film jenis itu juga diproduksi oleh film Hongkong. Selain memproduksi film jenis silat, mereka juga memproduksi film yang cenderung ke arah pornografi. Supaya menarik perhatian, promosi film jenis ini menampilkan berbagai gambar baliho yang hot dan vulgar di depan bioskop.
Baca Juga:
Kecenderungan ini diikuti oleh beberapa film Indonesia. Tren film pornografi mulai marak dalam film Indonesia, sekitar akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an. Selain film porno yang beredar di bioskop, remaja Jakarta tahun 1970-an, baik tingkat SMP maupun SMA umumnya sudah kenal dengan blue film (film biru).
Film ini lebih terang-terangan menampilkan persetubuhan yang terkadang tanpa cerita. Dulu masih dalam bentuk gulungan film 16 mm. Film ini harus diputar dengan menggunakan proyektor.

Kami harus berbaik-baik dengan anak orang kaya yang bapaknya mempunyai proyektor. Diputarnya pun harus sembunyi-sembunyi. Biasanya kami nonton berkelompok dengan penuh ketegangan, khawatir akan ketahuan orang tuanya atau keluarganya.
Menontonnya seringkali harus menunggu waktu ketika orang tuanya pergi ke luar kota. Tetapi ada juga teman saya yang keluarganya bersikap bebas, sehingga tidak menjadi masalah bagi kami untuk menonton film begituan di rumahnya.
Biasanya seorang teman akan merasa bangga jika mempunyai koleksi film biru. Ia akan mengajak beberapa kawannya untuk menjadi bagian dari kelompok persekutuan rahasia penonton film seperti itu. Anak pemalak atau yang rajin tidak mendapat bagiannya. Saya termasuk bagian kelompok persekutuan yang diajak olehnya.
Pemutaran film biru menjadi bertambah mudah, setelah film biru itu direkam dalam bentuk kasset Betta (HVS). Orang tidak memerlukan lagi proyektor yang ruwet, tinggal masukan kaset ke dalam mesin pemutar (yang waktu itu masih sangat besar bentuknya) tetapi lebih mudah untuk dibawa ke mana suka.
Dikutip dengan seizin penerbit Masup Jakarta dari buku Zeffry Alkatiri, Pasar Gambir, Es Shanghai, dan Komik Cina, hlm. 19. Bukunya tersedia di Tokopedia, BukaLapak, Shopee atau kontak langsung ke WA 081385430505