Si Ja’im dan Si Lorens Tukang Catut

0
2529
Bioskop Metropole tempat beroperasinya Si Ja’im dan Si Lorens Tukang Catut

Di Jakarta tahun 1950-an, kalau film yang diputar cukup baik, dengan bintang film yang cukup terkenal, banyak orang yang pergi menonton. Sering untuk membeli karcis, orang harus mengantre. Kalau penonton ramai, tukang catut karcis (sekarang disebut calo) mulai memanfaatkannya.

Mereka sudah mengantre duluan di depan, atau menyelak (biasanya mereka berkelompok sehingga orang tidak berani menegur) begitu saja ke depan. Harga yang mereka tawarkan bisa berlipat dua, tergantung ramainya orang yang mau menonton. Tukang catut karcis waktu itu cukup dikenal orang.

Baca Juga:

  1. Centeng dalam Sejarah
  2. Tudung Blenong Simbol Pemberontakan Petani Tangerang 1924
  3. Perbanditan di Batavia dan Protes Sosial

Salah seorang yang namanya terkenal di Menteng pada 1950-an ialah si Ja’im. Untuk bisa menjadi tukang catut, ia juga mesti jagoan. Ia anak kampung Pedurenan, dekat rumah saya. Ia biasa mencatut di bioskop Metropole atau Menteng. Walaupun nama aslinya Ja’im, ia tidak mau dipanggil dengan nama itu. Bahkan ia bisa marah kalau dipanggil Ja’im. Maunya dipanggil Eddy. Badannya cukup kekar. Kalau menonton biasanya duduk di kelas kambing, dan selalu memberi komentar banyolan atau jorok selama film diputar.

Ada lagi yang namanya si Lorens, dari Paseban. Ia biasa mencatut di bioskop Garden Hall, Cikini. Si Lorens ditakuti karena katanya ia bisa menonjok tembok tanpa merasa sakit sama sekali. Sebenarnya, ini disebabkan karena si Lorens menderita sakit kusta di tangannya sehingga sudah tidak mempunyai rasa lagi.

Saya kira remaja yang sering menonton di bioskop Metropole dan Garden Hall pada 1950-an pasti kenal si Ja’im dan Lorens. Si Ja’im yang saya ketahui kemudian masuk tentara di artileri medan (Armed) di Jalan Ki Mangunsarkoro—tangsi ini tidak ada lagi.

Tetapi saya dengar tidak lama kemudian ia keluar. Orang seperti dia saya kira tidak akan cocok menjadi tentara. Ia masuk tentara mungkin hanya untuk gagah-gagahan saja. Sedangkan si Lorens saya tidak tahu lagi kabarnya kemudian.


Dikutip dengan seizin penerbit dari buku Jakarta 1950-1970an karya Firman Lubis, halaman 162-163. Bukunya bisa didapatkan di TokopediaBukaLapak, dan Shopee.

Lebih jauh lihat buku:

Jakarta Punya Cara karya Zeffry Alaktiri yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Dongeng Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Buku terkait dengan artikel.

LEAVE A REPLY