Cerita Aneka Es di Jakarta

0
2967
Penjual es goyang keliling yang sedang mangkal di Gondangdia melayani pembelinya

Sampai 1950-an, masih terdapat penjaja es krim di Jakarta yang menggunakan gerobak ditarik oleh kuda hias, model sirkus Gipsy yang penjualnya mengenakan jas panjang (tuxedo) dan topi tinggi. Selain itu, juga masih terdapat penjaja es krim menggunakan pikulan.

Es Krim merk Baltik pernah menjadi nama yang dikenal oleh anak-anak. Sekarang, es krim dengan berbagai merknya telah masuk ke berbagai gang dan kampung dengan menggunakan sepeda dan bebunyian elektronik.

Dulu masih ada tiga toko es krim di Jakarta yang masih bertahan dengan model lama, yaitu pertama toko es krim Sweet Corner yang terletak di Jalan Pintu Air, berhadapan dengan Bioskop Satria dan Sekolah Kristen (sekarang sekolah Penabur). Kedua, es krim Italy yang terletak di bilangan Pintu Air (jalan Veteran I) dan ketiga, es krim Ragusa yang berada di Pasar Baru.

Baca Juga:

  1. Pengalaman Berburu Soto dan Sop di Jakarta
  2. Ganyang Sondhi dan Martabak India
  3. Kenangan Makan Gorengan Kambing Tahu Bumbu dan Nasi Uduk Jakarta

Saya sering pergi ke sana sore-sore, bersama dengan ayah dan kakak saya, pada setiap awal bulan menikmati es krim di Sweet Corner yang di depannya ada penjual sate ayam Madura. Dari ketiga toko es krim, yang masih bertahan sekarang tinggal dua. Sedangkan toko es krim yang pertama sudah tidak ada lagi.

Es lain yang juga hampir punah adalah es lilin celup atau es lilin goyang, sebab membuatnya harus dicelup dulu dan di goyang-goyang dalam gerobak. Selain itu, pada 1970-an pernah menjamur orang membuat dan menjual es mambo. Es yang dibungkus plastik dengan berbagai rasa. Pada waktu itu, setiap orang yang mempunyai kulkas berkesempatan untuk membuatnya. Dulu kami mudah mendapatkan es mambo ini sebab akan selalu ada dijual di setiap warung.

Walaupun beberapa perusahaan es krim Amerika dan Australia telah hadir di Jakarta dengan teknologi modern, tetapi tetap saja ada penjual es krim model dikerok sehingga pembeli masih mendengar suara, srek…kreok…., sewaktu es krim diambil dari tempatnya untuk diletakan di gelas plastik model lama. Cara ini pun masih dipertahankan oleh penjual es krim tradisional yang berkeliling kampung. Penjaja es krim ini dikenal sebagai es krim mong-mong karena menggunakan kemongan kecil untuk memanggil pembelinya.

Dulu di belakang Pasar Baru, beberapa rumah makan Cina menyediakan es campur yang mereka namakan Es Shanghai (mungkin mengambil nama dari asal wilayah penjualnya di Cina). Merk ini kemudian menyebar ke berbagai rumah makan lain. Sebagian diubah namanya menjadi Es Apollo karena dipengaruhi peluncuran pesawat angkasa Apollo Amerika.

Sebagian lagi memberi nama aneh, seperti Es Fujiyama sebab bentuknya kerucut, seperti gunung yang terkenal di Jepang itu. Atau rumah makan lain memberi beberapa nama yang berbeda, yang disesuaikan dengan tren atau mode masa itu. Sampai akhirnya dikenal dengan nama Es Teler. Suatu istilah yang diambil dari bahasa jalanan yang berarti mabuk.

Padahal maksudnya sama, yakni es campur yang berisi kolang-kaling, kelapa muda, cendol, potongan buah alpukat, gula, dan santan berwarna. Tetapi bagi para penjualnya agar lebih menarik mereka memberi nama-nama istimewa yang akhirnya membingungkan pembeli sebab mau memesan Es Teler, eh.. ternyata tidak ada bedanya dengan Es Shanghai yang dulu itu.

Dulu penjual Es Teler yang pertama dan terkenal di Jakarta pada 1970-an ada di Jalan Cilacap, Menteng. Tempat dagangannya di trotoar, pertigaan jalan. Pada waktu itu, banyak orang sampai ngantri untuk membelinya, khususnya anak muda. Keberhasilannya itu kemudian banyak ditiru oleh pedagang lain, termasuk pedagang makanan dan minuman yang besar juga menggunakan istilah kepunyaan pedagang kaki lima itu untuk merek dagangnya.


Dikutip dengan seizin penerbit Masup Jakarta dari buku Zeffry Alkatiri, Pasar Gambir, Es Shanghai, dan Komik Cina, hlm. 135-137. Bukunya tersedia di TokopediaBukaLapakShopee  atau kontak langsung ke WA 081385430505.

Lebih jauh lihat buku:

400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Batavia Abad Awal Abad XX karya Clockener Brousson yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapak, dan Shopee.

Dongeng Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Cerita dari Gedung Arca karya Wahyono Martowikrido yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Jakarta 1950-1970an karya Firman Lubis yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapak, dan Shopee atau telpon ke 081385430505

Buku terkait dengan artikel.

LEAVE A REPLY