Sumur Timba yang Punah

Sumur Timba yang Punah

0
5452
Sumur timba bandul senggot di Batavia 1890 - KITLV

Pada masyarakat asli Jakarta atau Betawi keberadaan sumur sangatlah penting, ia menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dipisahkan. Sumur menjadi penunjang kebutuhan primer guna melangsungkan kehidupan.

Pada zaman dahulu ada beberapa hal khusus yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi yang akan dibuat sumur, kandungan air di bawah tanah menjadi perhatian utama. Terkadang untuk mencari sumber mata air di bawah tanah diperlukan ritual khusus sebagai syarat keberhasilan mendapatkan tempat yang cocok, keterlibatan orang-orang tua dalam memberi masukan menjadi hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Untuk mencari tahu sebuah daerah atau tanah yang banyak mengandung air, masyarakat Betawi zaman dahulu melakukan tradisi dengan tahapan-tahapan pertama dengan menepuk-nepuk tanah yang akan dijadikan sumur, apabila suaranya padat dan tidak menggema maka tanah itu diyakini banyak mengandung air.

Baca Juga:

  1. Kisah Setangan Kain Tutup Kepala Khas Betawi
  2. Kongko Betawi
  3. Mobil, Motor dan Lalu Lintas Jakarta 1950-1970

Lalu malam harinya sekitar pukul delapan malam di tempat yang telah diyakini tadi diletakkan beberapa batok kelapa yang telah dipotong separuh, diletakkan tertelungkup di beberapa titik. Pagi harinya akan dapat diketahui bahwa sumber air yang banyak ditandai dengan banyaknya cairan yang menempel pada bagian dalam batok kelapa yang diletakkan, sebaliknya apabila bagian dalam batok kelapa kering maka disitu tidak ada sumber airnya.

Beberapa cara tradisional lainnya yaitu dengan cara menggelindingkan alat perabot rumah tangga yang berbentuk bundar, sepert tampah atau mangkok dsb. Benda bundar itu digelindingkan hingga sampai berhenti, dimana tampah itu berhenti diletakkan garam lalu ditutup dengan tampah atau mangkok tadi.

Paginya tampah atau mangkok tadi dibuka, apabila garamnya hilang dan mencair maka di tempat itu diyakini banyak mengandung airnya.di tempat itulah dijadikan sumur.

Cara terakhir yang paling sederhana adalah dengan cara melihat rumput di lokasi yang akan dibuat sumur pada pagi hari, jika di atas rumput yang berembun itu terdapat sarang laba-laba maka diyakini tempat itu banyak mengandung sumber airnya.

Bentuk fisik sumur agar tampak lebih rapih dibuat dinding melingkar dan ditutupi papan agar terlindung dari kotoran yang masuk.

Di rumah orang Betawi zaman dahulu sumur umumnya terletak di sebelah kiri dari rumah, terdapat dua jenis sumur berdasar bentuk dan fungsinya, antara lain sumur timba bandul senggot dan sumur timba kerek.

Sumur timba bandul senggot adalah jenis model timba dengan menggunakan tiang sebagai penyanggah yang terbuat dari bambu atau kayu berukuran besar yang disebut senggot (tiang penyanggah).

Bambu utama yang dibentangkan digantung pada sebuah pohon didekat sumur, ujung bambu utama yang satu digantungkan bambu lebih kecil yang pada bagian bawahnya dikaitkan ember untuk menyiduk air dari sumur, sedangkan ujung bambu utama lainnya diberi pemberat batu kali.

Timba Bandul Senggot selain sebagai alat menimba air dari sumur, juga merupakan kata kiasan untuk menyebut seseorang yang memiliki sifat selalu kurang dalam hal makanan (tidak ada rasa kenyang selalu ingin menambah makanan).

Sedangkan sumur timba kerek adalah sumur yang menggunakan ember yang diikatkan pada tali karet atau tali tambang sebagai wadah menimba air, untuk menariknya digunakan roda kerekan.

Tradisi menimba air di masyarakat Betawi tempo dulu, dengan menggunakan rancangan bambu sebagai media dalam meringankan daya angkat menimba air di sumur merupakan sebuah local genius product yang sekarang telah digantikan oleh sumur bor yang menggunakan tenaga pompa listrik.


Lebih jauh baca buku:

Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta karya Rachmat Ruchiat yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapak, dan Shopee.

Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit dan Senjata Api karya Margreeth van Till yang bisa didapatkan di Tokopedia dan Shopee.

Dongeng Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta karya Robert Cribb yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Jakarta 1950-1970an karya Firman Lubis yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapak, dan Shopee atau telpon ke 081385430505

Buku-Buku terkait dengan artikel.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY