Para Pejuang Perempuan Masa Revolusi di Bogor

0
2249
Hj. Aisjah binti H. Salen (duduk di tengah) Pimpinan Dapur Umum & Perbekalan Laskar Rakyat Leuwiliang hingga menjadi Batalyon O Tirtayasa Siliwangi. Zuhro (berdiri di kiri) juga anggota di perbekalan

Kaum perempuan, sebagaimana lelaki, berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajah. Meski tidak banyak, ada perempuan yang terjun langsung di medan pertempuran. Yang lebih banyak, kaum perempuan berjuang di dapur umum, mempersiapkan makanan dan bekal bagi anggota laskar dan  TNI atau menjadi anggota Palang Merah Indonesia (PMI).

Ketersediaan ransum sangat penting dalam perjuangan. Pasukan yang kekurangan ransum, akan sulit bergerak, megap-megap seperti ikan kekurangan air. Betapa pentingnya ransum bagi tentara dikemukakan Panglima Perang Prancis yang tersohor, Napoleon Bonaparte: “Tentara  berbaris dengan perutnya.”

Namun dokumentasi mengenai laskar perempuan, dan “pasukan” dapur umum terbilang langka, sehingga peran mereka sangat kurang diketahui. Padahal banyak sekali batalyon  TNI  dan laskar—meskipun tidak seluruhnya—didukung dapur umum. Tetapi nama-nama anggota dan pemimpin dapur umum tidak tercatat.

Baca Juga:

  1. H. Abdul Hadi Pemimpin Protes Petani di Desa Pasarean 1935
  2. Alim Ulama Pemimpin Perjuangan di Bogor Barat
  3. Bogor di Awal Masa Kemerdekaan

Kelemahan kita mengungkap peran perempuan ini, karena kita hidup dalam alam pikiran yang serba laki-laki, sehingga memandang (hampir) segala sesuatu dari sudut pandang laki-laki. Inilah yang disebut bias gender. Sejak dasawarsa 1980-an para ilmuwan menyadari kelemahan ini dan berusaha memasukan sudut pandang perempuan agar analisis ilmiah lebih tajam dan lengkap.

Berkaitan dengan itu, jejak perjuangan kaum perempuan di dapur umum Batalyon O, Tirtayasa, Siliwangi, acap disampaikan sejumlah sumber secara lisan. Pejuang di dapur umum biasanya ditempatkan di bagian perbekalan. Sebab, mereka juga turut mencari perbekalan untuk pasukan, apakah itu ransum, pakaian, sepatu, atau obat-obatan. Kadang mereka keluar-masuk desa untuk membantu pengumpulan perbekalan.

Pimpinan dapur umum sejak Batalyon O masih berbentuk Laskar Rakyat Markas Perjuangan Rakyat Leuwiliang pada 1945 ialah Hj. Siti Aisjah binti H. Salen (wafat 1956). “Ibu Aisjah itu pejuang. Jangan lupa itu. Ia mempersiapkan keperluan pasukan sejak pasukan berdiri tahun 1945 di Pasarean, lalu ikut ke Kawakilan, Leuwiliang, Nanggung, Peuteuy, Cileuksa, sampai ke Rangkasbitung,” jelas Hj. Jumraeni binti H. Mohammad Arif, yang waktu itu masih remaja dan sempat ikut membantu Hj. Aisjah di dapur umum. Maklum, Hj. Aisjah adalah bibinya.

Nama Hj. Aisjah selalu ditulis Sholeh Iskandar ketika ia meriwayatkan perjuangan rakyat di Bogor, seperti di makalah terakhir yang ditulisnya menjelang meninggal dunia, “Peranan Pondok Pesantren dalam Perang Kemerdekaan.”

Tentu saja Hj. Aisjah tidak bekerja sendiri. Ia dibantu sejumlah orang, di antaranya ialah Hj. Hindun binti H. Amat (1929-2010), Icih, Lasmanah, Rohanah, Zuhro,  Jueriyah binti KH Asyik, Nurjanah binti KH Mahfud, dan Hj. Maskunah binti H. Ibrohim (1912-2003), yang tak tak lain adalah istri H.M. Sholeh, ketua AII Cabang Bogor.  H.M. Sholeh terhitung paman Sholeh Iskandar; jadi, Hj. Maskunah ialah bibinya.

Di dapur umum ini pula para pejuang perempuan kadang menemukan jodohnya, bak cinta lokasi (cinlok) pada zaman sekarang. Begitulah, hampir setiap hari bertemu, bertatapan mata, bertukar kata, bantu-membantu, terbitlah rasa saling menyukai, lalu saling mencintai; seperti kata pepatah: “Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati.”

Hj. Hindun menikah dengan Soedirdja, anggota pasukan di bagian perlengkapan, yang  dipimpin Letnan Muda Sjamsuddin. Nurjanah menikah dengan Sukardi,  adik Hj. Hindun. Pasangan ini menikah bukan di rumah atau di gedung perkawinan, melainkan di markas Batalyon O  di Peuteuy!

Begitu pula Jueriyah menikah dengan Otjod Nur Wasad (setelah Hizbulah melebur ke dalam TNI, Otjod dianugerahi pangkat Sersan), staf di bagian persenjataan. Komandan Seksi Persejataan ialah Achmad Chotib bin H.M. Arif, yang tak lain adalah adik kandung Sholeh Iskandar (kemudian Achmad Chotib dianugerahi pangkat Letnan Muda).

Mengorganisasikan perbekalan dan memasak untuk puluhan, kadang ratusan orang pasukan setiap hari, di kala pasar dan bahan makanan tidak selalu ada karena rakyat sedang dilanda perang, pastilah bukan pekerjaan gampang. Artinya, perjuangan mereka terbilang penting.

Dapur umum di Batalyon X, Suryakancana, Siliwangi, yang merupakan “tetangga” Batalyon O, Tirtayasa, Siliwangi, ialah Hj. Sadiyah binti H. Tb. Arfin, yang tak lain istri sang Komandan Batalyon X, H. Dasuki Bakri. Sebagaimana di pasukan lainnya, Hj. Sadiyah dibantu beberapa orang, namun namanya belum berhasil dikumpulkan penulis.

Hj. Sadiyah telah menjadi aktivis organisasi keagamaan dan pergerakan nasional Zainabiyyah Cabang Gunung Handeuleum sejak zaman penjajahan. Zainabiyyah  merupakan organisasi perempuan di bawah AII. Hj. Sadiyah ikut kemanapun pasukan berpindah markas, termasuk ikut menyusul Batalyon X Suryakancana ke Yogyakarta pada Februari 1948. Ia juga ikut berjalan kaki dari Yogyakarta untuk kembali ke Bogor, ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II, 19 Desember 1948.

Di masa revolusi, ada ribuan pejuang perempuan yang mendukung perjuangan di garis belakang. Namun sayang, kita lalai mencatat sumbangsih dan peran mereka.


Dikutip dengan seizin penerbit Komunitas Bambu dari buku  Bogor Masa Revolusi (1945-1950), Sholeh Iskandar dan Batalyon O Siliwangi (2015) karya Edi Sudarjat hlm. 40-45 Bukunya tersedia di TokopediaBukaLapakShopee  dan www.komunitasbambu.id atau kontak langsung ke WA 081385430505

Lebih jauh baca:

Bogor Zaman Jepang 1942-1945 karya Susanto Zuhdi di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta karya Robert Cribb yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit dan Senjata Api karya Margreeth van Till yang bisa didapatkan di Tokopedia dan Shopee.

Nasionalisme dan Revolusi karya George McTurnan Kahin di Tokopedia, dan Shopee.

Bandung Masa Revolusi karya Jhon RW Smaildi TokopediaBukalapak, dan Shopee.

400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Sukarno, Orang Kiri, Revolusi dan G30S 1965 karya Onghokham yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.