Sejarah Silat Betawi

0
19918
Pukulan Betawi

Sejarah adalah rentetan peristiwa masa lalu yang tiada bertepi, alur ceritanya dibatasi hanya oleh lokasi dan tempat terjadinya peristiwa. Kita yang berada di masa kini tidak dapat mengetahui latar belakang dan merekonstruksi peristiwa sejarah apabila masyarakat yang mengalaminya tidak meninggalkan catatan.

Catatan merupakan hal terpenting untuk melakukan penelusuran sejarah. Sayangnya sedikit sekali catatan yang tertinggal terkait dengan pencak silat atau ilmu bela diri Nusantara, terlebih lagi dengan Silat Betawi.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa sebuah kebudayaan lahir dan tumbuh berkembang karena terdapat para pendukung kebudayaaannya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan Betawi, Silat Betawi atau yang dalam istilah lokal secara umum disebut Maen Pukulan diperkirakan lahir bersamaan dengan terbentuknya etnis Betawi itu sendiri, yaitu di sekitar pertengahan abad ke-19.

Baca Juga:

  1. Ondel-Ondel dan Korupsi
  2. Hilangnya Komunitas Rusia, Hongaria, Inggris dan Prancis di Jakarta
  3. Sabeni Jago Tanah Abang dan Etik Silat Betawi

Berbagai kelompok etnis Nusantara yang ada di Betawi mulai mencair dan kehilangan ciri-ciri serta identitas aslinya, lalu muncullah suku bangsa baru yang dikenal sebagai masyarakat Batavia (Betawi atau Jakarta asli). Hal ini didukung dengan ditemukannya data-data sejarah yang menyebut Silat Betawi dalam istilah lokal Maen Pukulan atau disingkat Pukulan, Silat dan Pencak Betawie pada akhir abad 19 hingga awal abad 20.

Data sejarah tertua yang menerangkan tentang keberadaan Silat Betawi terdapat pada:

  1. Harian berbahasa Belanda: Soerabaiasch Handelsblad, Senin 17 April 1882. Dalam sebuah artikel di halaman kedua rubrik khusus mengenai peristiwa-peristiwa di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda), menceritakan tentang peristiwa perseteruan antara seorang perawat kuda yang berasal dari Betawi dengan tuannya seorang Belanda. Orang Betawi yang tidak menerima diperlakukan dengan kasar menantang tuannya dengan melontarkan perkataan untuk mencoba pukulan dengannya.
  2. Harian berbahasa Belanda: Bataviaasch Nieuwsblad, Selasa 19 April 1892. Dalam sebuah artikel rubrik Voorheen en Thans (Dulu dan Sekarang) di halaman kedua dikabarkan tentang sekuel pembunuhan terhadap seorang natif Betawi bernama Mawi yang terjadi di rumahnya di Gang Kernollong, Kwitang pada malam minggu (17 April 1892). Pembunuhan itu terjadi karena ada rasa “sakit hati” kawannya yang bernama Saridin sewaktu berlatih “Main Pukulan”.
  3. Harian berbahasa Belanda: Het Vaderland, Jumat 19 Desember 1924. Dalam sebuah artikel laporan berita daerah di Wonosobo tentang pertunjukan di sebuah bazaar beberapa kesenian tradisional, salah satunya adalah kesenian Pentjak Betawie yang diperagakan oleh dua orang Betawi bernama Soejoedi dan Abdoel Madjid.

Data sejarah (lisan) didapati melalui wawancara beberapa narasumber, dimana waktu kemunculan aliran silatnya itu pada sekitar akhir abad 18 hingga awal abad 20. Ada dua variasi cerita yang merujuk pada dua budaya yang mempengaruhi lahir dan tumbuh kembangnya Silat Betawi atau Maen Pukulan, yaitu Sunda (Pencak) dan Tionghoa (Kuntao).

Silat Betawi yang banyak dipengaruhi seni bela diri dari Tatar Sunda memiliki ciri dan kesamaan cerita tentang folklor seorang perempuan yang mendapatkan ilmu silatnya ketika sedang mencuci beras di pinggir sungai, ia mendapati seekor harimau dan kera yang sedang bertarung. Cerita ini mirip dengan folklor salah satu mainstream atau aliran utama pencak silat di Jawa Barat yaitu Pencak Cimande.

Sedangkan Silat Betawi yang banyak dipengaruhi oleh seni bela diri Tionghoa memiliki cerita yang lebih variatif, yang umumnya memiliki kesamaan pada pelimpahan keilmuan dari seorang pendekar ilmu bela diri Tionghoa kepada pendekar lokal yang sebelumnya didahului oleh pertarungan.

LEAVE A REPLY