Kramatjati adalah nama sebuah kecamatan di Jakarta Timur, dimana batas wilayahnya di sebelah utara dengan Kecamatan Jatinegara, selatan dengan Kecamatan Ciracas dan Pasar Rebo, sebelah timur dengan Kecamatan Makassar, dan sebelah barat dengan Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Pancoran.
Lokasinya cukup strategis karena berada diantara Jakarta dan Bogor, dimana dilalui oleh jalan arteri Bogor dan jalur lingkar luar selatan.
Kecamatan Kramatjati memiliki tujuh kelurahan, yaitu Kelurahan Kramatjati, Kelurahan Cawang, Kelurahan Cililitan, Kelurahan Balekambang, Kelurahan Batuampar, Kelurahan Kampung Tengah dan Kelurahan Dukuh.
Di masa penjajahan Belanda dan Jepang Kramatjati belum termasuk Batavia atau Jakarta, tetapi berada di bawah Afdeeling Meester Cornelis atau Jatinegara.
Setelah periode pemerintahan kemerdekaan RI berdasar UU No. 22 tahun 1948, Kramatjati menjadi daerah kawedanan (district) yang dikepalai oleh seorang Wedana. Tiap-tiap kawedanan dibagi dalam beberapa kecamatan (onderdistrict) yang dipimpin oleh Camat. Di masa itu Kramatjati menjadi daerah yang terluas cakupan wilayahnya, terdiri dari empat kecamatan (onderdistrict) dan 52 kelurahan.
Baca Juga:
- Betulkah Betawi dari Mambet Tai atau Bau Tai?
- Mengenang Landhuis Pondok Gede
- Pondok yang Gede di Kampung yang Kecil
Sebelum akhir abad ke 19 nama Kramatjati lebih dikenal sebagai Cililitan, merupakan wilayah yang termasuk dalam lahan perkebunan dimana pengelolaan sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah Kolonial Belanda (Gubernemen), tidak seperti daerah lain di Ommelanden seperti Condet, Pondok Gede, Cimanggis, Cibinong dan sebagainya yang pengelolaan wilayahnya dikelola secara otonomi oleh para Tuan Tanah.
Lahan perkebunan di Cililitan umumnya disewakan oleh pemerintah Kolonial Belanda kepada para Tuan Tanah, hingga status pemerintahannya masih di bawah kewenangan pemerintah Kolonial Belanda.
Catatan sejarah tertua pertama yang menyebut nama Cililitan terdapat pada Staatsblad No. 2 yang dikeluarkan tanggal 9 Januari 1837, mengumumkan tentang daftar pajak lahan sewa Land Cililitan yang dimiliki oleh J. Scoot tertanggal 2 November 1837. Sedangkan catatan sejarah tertua kedua nama Cililitan tertera pada Staatsblad No. 57 tahun 1862, terkait dengan pengumuman dibukanya Pasar Cililitan pada tanggal 10 Juni 1862.
Pasar Cililitan (sekarang persis di perapatan Cililitan) itu oleh masyarakat setempat disebut sebagai Pasar Djati lama, paska kemerdekaan Pasar Djati Lama dipindahkan lebih kurang 500 m – 1 km ke arah selatan yang kemudian oleh masyarakat setempat disebut sebagai Pasar Djati Baru (sekarang Pasar Inpres Kramatjati).
Nama Kampung Kramatjati atau dulu terkadang disebut juga Jatikramat merupakan perpaduan dari dua nama kampung yang saling berseberangan antara Kampung Kramat di barat dan Kampung Jati di timur Jalan Raya Bogor.
Disebut Kampung Kramat karena di kampung itu terdapat sebuah area pemakaman kramat yang sudah lama ada, hal ini dapat dilihat dari artikel surat kabar berbahasa Belanda, Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indie yang terbit pada akhir tahun 1913.
Sedangkan nama Kampung Jati menurut tuturan lisan muncul karena banyaknya pohon jati yang tumbuh, bahkan hingga tahun 50an masih tersisa satu pohon jati yang tumbuh sangat besar dimana lokasinya sekarang di depan jalan raya RS. POLRI Soekanto.
Catatan sejarah tertua nama Kramatjati tertulis mulai pada tahun 1891, disebut sebagai Wijk V di bawah Meester Cornelis yang terdiri dari kampung-kampung: Legok-Bidaratjina, Post Bidaratjina, Tandjoenglengkong, Tjipinang Tjempedak, Tjiawang, Tjililitanketjil, dan Kramatdjati.
Lebih jauh lihat buku:
Asal Usul Nama Tempat di Jakarta karya Rachmat Ruchiat yang bisa didapatkan di Tokopedia, BukaLapak, dan Shopee.
400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan Tokopedia, BukaLapak, dan Shopee atau kontak langsung ke 081385430505.
