Rumah Indis Batavia

0
3821
Pesta dansa di sebuah rumah bergaya Indis di batavia karya Josias Cornelis Rappard

Sejak awal kehadiran orang Belanda, unsur-unsur budaya dan iklim alam sekeliling sudah mempengaruhi orang-orang Eropa itu dalam membangun rumah tempat tinggal mereka di Jawa.

Dari rumah tempat tinggal masa ini, dapat diketahui bahwa pembuatan rumah di Batavia tidak sepenuhnya tepat seperti berbentuk tempat tinggal rumah Belanda kuno di negeri induknya. Pembuatan rumah di Batavia kuno mendapatkan penanganan yang baik dan dikerjakan oleh para ahli yang betul-betul pandai. Hal ini diketahui dari pencerminan ciri-ciri yang ada, yaitu dari adanya pencampuran antara seni bangunan Barat dengan lingkungan dunia Timur yang sangat asing.

Para ahli sesungguhnya kurang memperhatikan kehadiran para ahli bangunan masa kolonial tersebut. Oleh karena itu, masih diperlukan keterangan, penelitian dan pembuktian secara cermat tentang karya mereka. Ada perbedaan yang sangat menyolok antara rumah-rumah yang dibangun pada masa awal pemerintah Hindia Belanda yang terdapat di dalam lingkungan Kastil Batavia dengan yang berada di luarnya.

Baca Juga:

  1. Ada Villa Mewah Zaman Kompeni di Kramatjati
  2. Kala Jakarta Belum Berpagar
  3. Pesan Sukarno di Istiqlal

Kelompok perumahan yang berada di luar Kota Batavia disebut pesanggrahan atau landhuizen. Pada awal kedatangan Belanda di Jawa rumah tempat tinggal orang Eropa di dalam Kastil Batavia mempunyai susunan tersendiri yang secara umum mirip dengan yang terdapat di negeri asalnya. Sementara itu landhuizen atau rumah tinggal di luar kastil dibangun dengan lingkungan alam Timur, yaitu Pulau Jawa. Ada pun hasilnya adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah Belanda dengan rumah Pribumi Jawa.

Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan gaya Indis dalam abad ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan kolonial Belanda di bawah pemerintahan balatentara Jepang pada 1942. Bangunan landhuizen semula digunakan oleh orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal di luar kota yang kemudian juga didirikan di wilayah baru Batavia (nieuve buurten) di sekitar Gambir. Corak bangunan rumah tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau Hilversum, Belanda.

Rumah-rumah Batavia kuno di dalam dinding kota lambat laun juga berbeda dengan rumah-rumah Indis yang berkembang di pedalaman Pulau Jawa. Orang Belanda sangat menguasai dan mencintai karya-karya pertukangan hingga detail-detailnya. Rumah-rumah kuno di daerah Kalibesar Barat, misalnya, dikerjakan oleh tangan para pengrajin Batavia dengan sangat halus, juga dalam penggunaan cat untuk mewarnai bagian-bagian depan rumah. Karyanya sangat halus dan serasi. Batu-batu bata ditempelkan satu sama lain kemudian digosok sehingga menghasilkan garis-garis yang jelas (muurdammen).

Demikian mendalamnya kemampuan dan pengetahuan mereka ini juga diakui oleh para ahli bangunan modern sekarang ini. Apabila ada kekurangannya atau kelemahannya, hal ini adalah akibat kecerobohan masyarakat atau orang yang memberi tugas padanya. Pendirian sebuah bangunan dengan model bangunan rumah Belanda awalnya sangat terikat dengan ciri-ciri nasionalis Belanda. Hal demikian dapat dimengerti karena mereka membawa seni Belanda, kemudian secara perlahan terpengaruh oleh alam dan masyarakat sekeliling yang sangat asing bagi mereka.

Ada dugaan bahwa bangsa Belanda yang datang untuk pertama kali di dunia Timur (Asia), juga melihat dengan mata kepala sendiri bangunan-bangunan rumah tinggal yang dibangun oleh bangsa Portugis yang datang lebih awal. Mereka juga telah memahami perlunya memperhatikan kesehatan dengan menyesuaikan diri terhadap alam Pulau Jawa. Untuk melindungi diri dari panas, dibuat dinding-dinding tembok yang tebal dari batu alam atau batu bata. Untuk menangkal udara basah atau lembab, dibuat tempat tinggal bertingkat tinggi di atas permukaan tanah. Selama itu, dibuat pula semacam ubin untuk lantai-lantai bangunan gudang atau tempat tinggal para budak. Pada masa selanjutnya, hal demikian ini diikuti oleh bangsa Inggris yang datang pada abad ke-19 ketika mereka menguasai Batavia.

Pada 1730-an, sepertiga bagian dari daun pintu sebuah bangunan rumah mewah dipahat dengan krawangan (a’jour relief) yang indah. Lubang kunci atau engsel-engselnya juga diukir sangat bagus, seperti tampak pada rumah-rumah tempat tinggal orang Arab. Panel-panel daun pintu dipahat begitu halus. Terdapat ragam hias berupa sulur-sulur tumbuhan berselang-seling dan berbeda-beda. Hal ini dapat digunakan untuk petunjuk bahwa rumah itu adalah milik orang kaya dengan pintunya yang memiliki panel berukir indah.

Bentuk jendela ditutup rotan yang dianyam. Cara ini semula diperoleh dari bangsa Portugis dengan meniru karya orang Pribumi. Penggunaan anyaman rotan sebagai penutup jendela semacam ini merupakan suatu kompromi antara bentuk jendela terbuka dengan terali dari besi batangan dan bentuk jendela tertutup yang menggunakan petak-petak kaca. Kelemahan jendela dengan penutup anyaman rotan ialah terbuka dan tidak dapat melindungi ruangan dalam dari hujan dan panas matahari yang bersinar tajam, juga dari terpaan angin.

Dengan demikian, kelemahan menggunakan jendela bentuk kuno ini adalah apabila ditutup, ruangan akan menjadi gelap dan pengap. Jendela yang menggunakan penutup daun jendela dengan kepingan kaca patri bagi penghuni Nusantara waktu itu sangat mahal, kecuali misalnya rumah Domine Sebastian Danckaerts yang kaya, jendelanya dihias dengan kaca-kaca patri. Orang-orang Portugis melanjutkan kebiasaan di Hindia Belanda yaitu menggunakan kulit binatang bertotok (berkulit keras) seperti kura-kura, tiram dan keong. Hiasan ini dibuat dengan cara digosok, seperti cara orang membuat kaca buram (matglas) sebagai pengganti kaca bening yang sangat mahal.

Orang menggunakan anyaman rotan halus sebagai penutup bukaan daun jendela dengan maksud dapat mengatasi gangguan sinar matahari, hujan dan angin. Meskipun mereka hanya mendapatkan sinar yang remang-remang, mereka tetap mendapatkan udara segar. Jendela dengan anyaman rotan kemudian tidak lagi menjadi tren, namun masih digunakan untuk ruang kamar belakang, contohnya kamar mandi. Akhirnya, jendela dengan kaca yang menjadi pilihan, meskipun sangat mahal.

Kira-kira pada 1750 di Batavia terjadi perubahan tren. Mereka mulai menggunakan jendela-jendela yang megah, yaitu jendela yang lebar dan tinggi yang keseluruhannya terdiri atas petak-petak gelas. Daun jendela atau pintu kayu ada yang dipahat krawangan (a’jour relief) pada bagian sisi luarnya. Ciri yang menonjol dari rumah-rumah Belanda di Batavia yang kemudian dilanjutkan anak cucunya ialah telundak (stoep) yang lebar di depan rumah.

Telundak yang luas tersebut bukan sekadar bagian dari sebuah bangunan rumah tetapi juga mempunyai arti dan kegunaan khusus, yaitu untuk hubungan antartetangga yang pada masa dulu mempunyai arti sosial penting. Tren penggunaan telundak berlangsung cukup lama bahkan pada saat ini masih digunakan sebagai tempat bertemu antarkeluarga dan tetangga. Telundak yang lebar di Batavia kebanyakan digunakan untuk duduk bersantai dan menghirup udara segar pada sore hari. Pada masa kemudian, masyarakat meletakkan bangku pada sudut-sudutnya.

Sebuah pagar rendah dibuat untuk memisahkan telundak dari trotoar jalan. Namun kemudian pagar dihilangkan dengan maksud untuk mendapatkan ruang yang lebih luas dan dapat digunakan untuk tempat pertemuan dengan tetangga atau keluarga. Pada sore atau malam hari, mereka bergerombol berdatangan untuk merokok dengan pipa cangklong, atau minum-minum, dan makan makanan kecil.

Kadang-kadang orang tidur-tiduran di kursi malas di serambi untuk memulihkan kesehatan. Seringkali bangku-bangku itu dibuat permanen dengan dilapisi semen, yaitu sebagai kelanjutan tradisi waktu bangku-bangku dibuat dari bahan kayu pada zaman bangunan rumah dibuat dari papan kayu.


Dikutip dengan seizin penerbit Komunitas Bambu dari buku Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi karya Djoko Soekiman, halaman 74-77. Buku bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee serta komunitasbambu.id atau kontak Hp 081385430505.

Lebih jauh baca:

400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Blografi C.p. Wolff Schoemaker karya C.J. Van Dullemen yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.

Wilayah Kekerasan di Jakarta karya Jerome Tadie yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Profil Etnik Jakarta karya Lance Castles yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Batavia Abad Awal Abad XX karya Clockener Brousson yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Jakarta Punya Cara karya Zeffry Alaktiri yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit dan Senjata Api karya Margreeth van Till yang bisa didapatkan di Tokopedia dan Shopee.

Dongeng Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee dan www.komunitasbambu.id atau telpon ke 08138543050

LEAVE A REPLY