Anak-Anak D.N. Aidit Urung Dibunuh

0
6121
Rumah D.N Aidit di Pegangsaan yang dibakar massa, Sumber: Dokumen ANRI

Istri D.N. Aidit, dr. Soetanti merasa kebingungan sebab di saat terakhir pada 30 September 1965, Aidit tidak mengatakan apa pun termasuk ke mana dan untuk apa ia pergi.

Soetanti adalah mahasiswi Sekolah Tinggi Kedokteran yang dikenal Aidit di masa perang kemerdekaan RI. Ia bukan perempuan biasa karena merupakan cucu bekas Bupati Tuban di Jawa Timur R.M. Koesoemowidigdo. Ayahnya, R.M. Moedigdo menolak meneruskan jabatan bupati dan memilih merantau ke Medan menjadi pegawai bea cukai. Di sana, ia bertemu Siti Aminah, keturunan ningrat asal Minangkabau.

Kelak Soetanti kembali ke Jawa, melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Kedokteran atas biaya R.M. Soesalit, putra R.Ay. Kartini, saudara sepupu ayahnya. Moedigdo tewas dalam Peristiwa Madiun 1948. Siti Aminah, istrinya kelak lebih dikenal sebagai Ibu Moedigdo, meneruskan perjuangan memimpin Gerwani sebagaimana dikisahkan Julius Pour dalam Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang (2010: 31).

Baca Juga:

  1. Aidit di Malam 30 September 1965
  2. Onghokham Sejarawan Hedonis Jakarta
  3. Pram dan Asal-Usul Neofeodalisme di Jakarta

Soetanti adalah satu-satunya perempuan yang dicintai Aidit. Ketua CC PKI ini sangat antipoligami. Ia pernah memarahi Wakil Ketua II CC PKI Njoto yang akan menikah lagi dengan seorang penerjemah asal Uni Soviet. Di masa kepemimpinan Aidit, sikap antipoligami dan antiperselingkuhan ini hampir menjadi “garis partai”. Oey Hay Djoen, bekas panggota parlemen PKI, sebagaimana diungkapkan oleh Tempo (2010: 30–31) bercerita banyak anggota PKI yang diskors karena ketahuan memacari istri orang.

Soetanti menghilang dari rumah meninggalkan 3 anak laki-lakinya yang masih kecil-kecil 3 hari setelah malam kelabu 30 September 1965 itu. Belakangan baru terungkap, ia menyusul suaminya ke Boyolali dan bertemu dengan Bupati Boyolali yang juga tokoh PKI.

Tidak lama di sana, ia kembali ke Jakarta menyamar sebagai suami istri dengan Pak Bupati itu. Agar aksi penyamaran ini berhasil, 2 orang bocah kemudian diambil sebagai anak angkat. Sandiwara itu sukses berbulan-bulan, tetapi akhirnya penyamaran tersebut terkuak.

Setelah tertangkap, Soetanti berpindah-pindah dari satu penjara ke penjara lainnya hingga 1980. Di antaranya, ia ditahan di Kodim 66 dan di penjara Bukit Duri. Sekitar 16 tahun, ia tidak pernah berjumpa dengan anaknya karena paman yang memelihara bocah-bocah itu tidak berani membawanya untuk menjenguk ibunya di Bukit Duri.

Bebas dari penjara, ia masih sempat berpraktik sebagai dokter. Setelah sembilan tahun sakit-sakitan, ia wafat pada 1991.

Setelah sang ayah pergi pada 30 September 1965 malam dan sang ibu menghilang 3 hari kemudian, Iwan Aidit, Ilham Aidit, dan Irfan Aidit dijaga oleh Abdullah Aidit, kakeknya. Saat itu, ketiganya bersekolah di SD Cikini. Si kembar Ilham Aidit dan Irfan Aidit duduk di kelas 1, sedangkan Iwan Aidit duduk di kelas 6.

Ketiga anak ini kemudian berpindah tempat di bawah pengasuhan Yohanes Mulyana, kerabat Soetanti. Ketika Ilham Aidit dan Irfan Aidit berusia 9 tahun, empat orang petugas berseragam militer mendatangi rumah Yohanes Mulyana. Mereka bertanya apakah benar ia memelihara anak-anak Aidit. Tuan rumah itu pun mengangguk sambil mengajak mereka ke halaman rumahnya tempat Ilham Aidit dan Irfan Aidit sedang main kelereng.

Mengetahui keduanya masih kecil, menurut Tempo (2010: 90–93), 2 petugas berseragam militer itu menyarungkan pistolnya dan berlalu. Keduanya mengetahui ada versi lain G30S dari rohaniawan Katolik M.A.W. Brouwer ketika bersekolah di SMA Kanisius.


Dikutip dengan seizin penerbit Komunitas Bambu dari buku Peter Kasenda, Kematian D.N. Aidit dan Kehancuran PKI hlm. 143 Bukunya tersedia di TokopediaBukaLapakShopee  atau kontak langsung ke WA 081385430505.

Lebih jauh baca:

400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di TokopediaBukaLapakdan Shopee.

Sukarno, Orang Kiri, Revolusi dan G30S 1965 karya Onghokham yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Sukarno dan Modernisme Islam karya Muhammad Ridwan Lubis yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Sukarno Muda karya Peter Kasenda yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Hari-hari Terakhir Orde Baru karya Peter Kasenda yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee.

Penghancuran PKI karya Olle Tornquis yang bisa didapatkan di Tokopedia, dan Shopee.

Musim Menjagal karya Geoffrey Robinson yang bisa didapatkan di TokopediaBukalapak, dan Shopee dan www.komunitasbambu.com atau telpon ke 081385430505