Langit tidak selamanya cerah. Ada saat-saat gumpalan awan hitam bergulung-gulung tanpa celah sinar sejengkal pun. Kebersihan juga tak selamanya ada di langit. Ia dapat berubah keruh, menakutkan, kadang-kadang diwarnai petir yang suaranya menggelegar seolah sanggup merobek bumi. Langit juga tak selamanya ramah penuh senyum. Ketika Tuhan menghendaki, tidak satu kekuatan pun yang bisa menunda kelam menjadi temaram, mendung menjadi senandung, terpaan kabut menjadi sapaan lembut, atau menunda riak duka menjadi derak suka.
Kehidupan Bung Karno pun serupa. Seperti dikisahkan oleh isterinya, Yurike Sanger. Ibarat perjalanan waktu, mataharinya Sukarno sudah mulai rebah bersama senja.
Baca Juga:
- Yurike Sanger dan Bung Karno yang Cari Utangan RP 2 Juta
- Bung Hatta di Hari-Hari Terakhir Bung Karno
- Sukarno Suka Banyak Anak Tak Suka KB
Suatu ketika Bung Karno datang tanpa memberitahu. Sebagai isterinya, mestinya Yuri senang, menerima dengan hati berbunga. Tetapi bagaimana mungkin? Kehadiran Bung Karno merupakan sebuah kabar buruk. Beliau mengenakan baju lengan pendek warna biru dan celana berwarna biru pula, tetapi lebih tua. Beliau datang naik jip dikawal beberapa anggota CPM. Wajahnya datar, jauh dari terpaan gembira.
Segala yang bernama kepedihan serta-merta menjerat. Begitu turun dari mobil Bung Karno berusaha tersenyum, tetapi relung matanya mengabarkan duka mendalam. Bagaimana mungkin dia mendadak hanya naik jip tanpa pengawalan serba formal seperti sebelumnya?
“Sabar, Dik, sabar,” kata Bung Karno lembut dengan elusan di kepala.
Lalu Bung Karno menyambung, “Adik tentunya masih ingat, Mas pernah sampaikan bahwa hanya Tuhanlah yang memiliki keabadian. Entah kapan, kataku, Istana pasti akan aku tinggalkan. Yang aku tempati selama belasan tahun itu bukan milikku tetapi milik negara. Sekaranglah saatnya Istana tersebut aku lepaskan.”
“Tetapi haruskah dengan cara seperti ini, Mas?” Tanya Yuri.
“Sabar, sabar,” bujuk Bung karno dengan suara sejuk damai.
Bagaimana bisa? Lelaki gagah yang biasa hadir dengan segala kebesaran, tiba-tiba muncul dengan serba ketiadaan. Sudah tidak ingat lagi berapa kali kusebut nama Tuhan sambil kuratapi lentur matanya yang makin lelah dan tua itu.
Dengan ringkas diceritakan: beberapa hari setelah Jenderal Soeharto disumpah dan dilantik menjadi pejabat presiden pada 12 Maret 1967, negara membutuhkan Istana karena pejabat Presiden Soeharto akan melaksanakan tugas kenegaraannya di sana. Tidak ada jalan lain, Bung Karno harus pergi.
“Setelah tidak tinggal di Istana, Mas tinggal di mana?” pertanyaan itu mengapung di antara getar bibir Yuri.
Bung Karno menjawab, “Mas belum terpikir harus tinggal di mana. Aku tidak memiliki rumah. Cita-citaku dulu ingin menghabiskan sisa umurku di sebuah rumah kecil dengan halaman cukup luas dan rumah itu harus jauh dari segala kebisingan.
Tetapi untuk memperoleh angan-angan yang demikian tentunya harus punya uang yang cukup banyak. Tetapi dari mana aku memperoleh uang itu? Mungkin ada juga yang mempermasalahkan mengapa aku tidak punya cita-cita menjadi orang kaya. Mungkin mereka benar dalam arti mereka yang tetap mencintaiku menginginkan agar Bung Karno terbebas dari kesulitan macam-macam. Alhamdulillah, sangat kuhargai pandangan yang demikian itu.
Tetapi izinkan aku juga meminta kepada mereka untuk membiarkan aku tetap berjalan di atas prinsip-prinsipku sendiri. Satu-satunya kekayaan yang tidak hendak aku lepaskan, insya Allah sampai aku dimasukkan liang kubur, adalah paham dan jiwa kebangsaanku, paham dan jiwa persatuanku, paham dan jiwa berdikariku, demi martabat, harga diri dan kejayaan segenap bangsa Indonesia.
Adik tidak perlu panik memikirkan Mas harus tinggal di mana. Jika Adik tidak keberatan, bukankah Mas juga bisa tinggal di sini untuk beberapa waktu? Tetapi terserah yang mengaturlah Mas harus tinggal di mana.”
Terserah yang mengatur? Apa maksudnya? Apa ini berarti Bung Karno tidak bebas mengatur napas dan langkahnya sendiri? Membayangkan sesuatu yang buruk yang sudah terjadi terhadapnya, aku meratap sejadinya. Bung Karno tidak henti membujuk dan menghibur.
Saat itu Yuri sepenuhnya meratapi nasib buruk Bung Karno. Bung Karno mengatakan ingin mandi dan juga minta disiapkan sajadah untuk shalat isya. Bung Karno masuk kamar mandi. Sedang Yuri menunggu dia di depan pintu dengan air mata terus mengalir. Seterusnya kupandangi Bung Karno suaminya yang sedang wudhu itu dengan sikap tenang, benar-benar tenang.
Duh, siapa yang tidak sedih menyaksikan suaminya sedang menderita? Siapa yang tidak terharu? Wajah ikhlasnya ketika shalat kelihatan begitu damai seolah tidak mengalami beban sedikit pun. Selesai mengucap salam sambil memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri, Bung Karno tidak langsung bangkit. Beliau tetap tidak mengubah posisi duduknya, sementara kedua tangannya tengadah dan bibirnya bergerak-gerak melafalkan doa.
Jauh di sudut hati, Yuri ikut tenggelam dalam doa pendiri bangsa Indonesia di masa paling kritisnya.
Setelah secara de facto pemakzulan sebagai presiden terjadi pada 12 Maret 1967. Bung Karno yang diduga tersangkut menggulingan kekuasaan terhadap dirinya sendiri itu diinterogasi oleh Team Pemeriksa Pusat (Teperpu). Kepada beliau juga dikenakan status tahanan rumah. Interogasi dihentikan karena Bung Karno sakit.
Dikutip dengan seizin penerbit Komunitas Bambu dari buku Percintaan Bung Karno dengan Anak SMA karya Kadjat Adra’i, hlm. 365-368 Bukunya tersedia di Tokopedia, BukaLapak, Shopee dan www.komunitasbambu.id atau kontak langsung ke WA 081385430505
Lebih jauh baca:
400 Tahun Sejarah Jakarta karya Susan Blackburn yang bisa didapatkan di Tokopedia, BukaLapak, dan Shopee.
Sukarno, Orang Kiri, Revolusi dan G30S 1965 karya Onghokham yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Sukarno dan Modernisme Islam karya Muhammad Ridwan Lubis yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Sukarno Muda karya Peter Kasenda yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Hari-hari Terakhir Orde Baru karya Peter Kasenda yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Penghancuran PKI karya Olle Tornquis yang bisa didapatkan di Tokopedia, dan Shopee.
Musim Menjagal karya Geoffrey Robinson yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee dan www.komunitasbambu.com atau telpon ke 081385430505