Pada masyarakat Betawi, pencak silat dalam istilah lokal secara umum disebut maen pukulan. Ini merupakan salah satu gaya pencak silat yang cukup banyak variannya dikarenakan latar belakang akulturasi dan asimilasi dalam pembentukannya.
Penggunaan kata “maen” menandakan ada unsur kesenangan di dalamnya. Artinya ilmu bela diri bagi masyarakat Betawi pada awalnya hanyalah sebuah bentuk permainan yang diadakan bukan untuk menunjukkan kehebatan secara fisik maupun sifat jago.
Sedang kata “pukulan” karena dalam kegiatannya didominasi oleh pukulan. Hal ini terkait dengan filosofi maen pukulan yang tabu untuk menggunakan kaki atau tendangan.
Baca Juga:
- Tugur: Jaga Malam yang Dilupakan
- Profesi yang Punah: Tukang Hirkop dan Tukang Minyak Tanah
- Kawin Campur Batavia
Salah satu bentuk permainan sebagai tahapan dalam pelajaran maen pukulan tingkat dasar di Tanah Betawi adalah permainan Pala Kaki (kepala dan kaki). Permainan ini awalnya diperuntukkan untuk anak-anak yang lazim ditemukan pada masyarakat Betawi Condet di masa lalu.
Pala Kaki sebagai permainan bertujuan untuk melatih gerak refleks dan kepekaan rasa pada anak-anak, melatih kecepatan dan antisipasi serangan lawan. Permainan ini hanya menggunakan tangan sebagai sarana pertarungan, dengan gaya bertarung rapat dan standing position sebagaimana layaknya maen pukulan.
Permainan Pala Kaki memerlukan Jago atau sebutan untuk para petarung dalam permainan Pala Kaki. Lantas wasit yang disebut Beboto dan bertugas memperhatikan jalannya pertandingan dan memberikan keputusan sah atau tidaknya sebuah perolehan nilai. Serta memastikan hanya tangan yang menjadi alat untuk menyerang dan menghalau serangan.
Arena permainannya menggunakan lahan lapangan yang digaris kotak (anak-anak berukuran 3x3m dan dewasa 5x5m). Kotak ini dibagi dua secara diagonal, masing-masing merupakan area yang dapat menentukan nilai yang disebut Sudut Belor dan Beludik. Pada bagian tengah terdapat lingkaran berdiameter 1,5m (anak-anak) dan 2,5m (dewasa) sebagai arena netral. Jika jago dapat menyentuh atau menepak di area lawan akan mendapat nilai yang lebih besar, sebaliknya akan mendapat nilai normal sebagaimana di area netral.
Aturan Pertandingan dilakukan oleh dua jago yang diukur dari kesamaan tinggi tubuh dan berat badan. Jago atau petarung hanya menggunakan kedua tangan sebagai alat untuk memperoleh nilai, tangan hanya digunakan untuk menyentuh dan menepak baik seperempat, separuh maupun seluruh telapak tangan. Tidak diperkenankan memukul, menendang dan mencolok atau menyentuh dengan jari tangan. Diperkenankan bermain kunci-kuncian pada posisi berdiri yang mana pada saat terjadinya teknik ini beboto hanya memberikan waktu sekitar 20 detik bagi para jago untuk menyentuh atau menepak sasaran lawan, jika lebih beboto melerai dua jago untuk kembali ke sudut masing-masing.
Permainan Pala Kaki tidak saja ditemukan di Tanah Betawi, pada etnis lain di Jawa Tengah dan Yogyakarta misalnya, permainan sejenis ini juga ditemukan hanya saja dengan nama yang berbeda. Di Surakarta permainan ini disebut Ndas Sikil dan di Yogyakarta atau Jawa Tengah bagian selatan disebut Patangan.
Seiring dengan perkembangan zaman, permainan anak-anak khas Betawi Condet itu kini sudah jarang lagi yang melestarikan. Sempitnya ruang bermain anak di Jakarta kemungkinan menjadi salah satu penyebab permainan Pala Kaki ini tidak lagi diselenggarakan, hingga masyarakat generasi sekarang tidak banyak lagi yang mengenalnya.
Lebih jauh lihat buku:
Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit dan Senjata Api karya Margreeth van Till yang bisa didapatkan di Tokopedia dan Shopee.
Dongeng Betawi Tempo Doeloe karya Abdul Chaer yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Terang Bulan terang di Kali karya S.M. Ardan yang bisa didapatkan di Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee atau telpon ke 081385430505.